Penulis Lepas

Foto saya
Penulis lepas tanpa batasan dan berniat membahagiakan semua orang yang dia kenal

Selasa, 31 Desember 2019

Tentang Jatuh Cinta yang Begitu Rumit

Adalah kamu, aku begitu mudah mengingatnya. Jumat, aku dengan baju merah, kamu dengan kemeja hijau tua, cuaca gerimis yang menjadi saksi satu senyuman dan betapa kamu mudah membuat orang jatuh cinta. Iya, aku belajar menulis dan mengungkapkan perasaanku apa adanya. 

Seperti awal percakapan kita waktu tadi, kamu begitu mudahnya mengubah lelah menjadi sebuah semangat yang entah mengapa sampai sekarang bahkan aku lupa, kapan tetakhir kali merasa senang seperti ini.
Iya, lagi-lagi kamu menang. Garis bibir dan lembut ucapanmu merelakanku tuk segera mengalah. Aku menikmatinya. 

Jatuh cinta pada pandangan pertama adalah hal yang tak akan pernah diterima logika. Sayangnya, kamu adalah salah satu alasan mengapa rasa itu datang secara tiba-tiba. Jangan melontarkan pertanyaan itu kepadaku. Kamu adalah jawaban dari pertanyaan yang ingin kau lontarkan. 

Kamu? Aku akan begitu saja melontarkan kata-kata yang kutulis sedemikian rupa, agar kau tau, ya kamu benar-benar seindah itu. 

Namun, entah mengapa, ada beberapa hal mengganjal yang membuatku memikirkan doa yang begitu aneh, doa tentang bisa oprasi plastik agar wajahku bisa menjadi seperti seorang yang kau idolakan. Entahlah, jatuh cinta memang membuat kita buta arah. 

Sementara aku sedang berdebat dengan isi fikiranku yang tak menentu, aku berharap kamu ingin membaca, ataupun jika semesta berkenan, singgahlah sejenak. 
Entah kapanpun itu, besok, lusa, sewindu, atau beberapa tahun lagi, aku tetap menunggu. 
Entah mengapa aku menuliskan ini, aku tau, aku hanya ingin jatuh cinta selayaknya orang yang sedang jatuh cinta. 

Ohh iya, jika sekiranya memang kamu tak bisa sejenak bersinggah, kamu hanya cukup tau, ada tempat tersendiri di dalam hatiku, yang entah segelap apapun itu, aku akan selalu menghiasinya dengan doa akan kebahagiaanmu. 
Teruntuk kamu, aku sayang kamu. Sekarang. Mudah-mudahan sampai nanti. Mudah-mudahan sampai mati. 

Jumat, 20 Desember 2019

Syair tentang Caffein

Berangkat dari rasa kesepian 
Berharap temukan arah dan hilang kecanduan
Kini engkau temukan rasa pahit kenikmatan
Yang membantumu berdiri walau sedang sendirian

Kau datang dari hingar bingar diskotik 
Temukan rasa nyaman dalam diam yang pelik
Belajar menikmati kepahitan tanpa ilusi dunia yang fana
Tenang sobat, kau kan tetap sehat, karna ini bukan cocaina

Kau menunggu, hilang ragumu, dalam seteguk gelas dan wangi aroma khas robusta adukan kenikmatan menjadi satu
Masalah dunia hilang sejenak, seakan terbuang bagai ampas ia kalah telak

Masalah bisa kau nikmati, lampiaskan itu dalam pahitnya kopi
Masalah ini tak akan berarti, lampiaskan itu dalam pahitnya kopi

Kadang memang rasanya tak mampu tenangkan fikiran
Kau hembuskan nikotin tanda hidup dalam arti kepasrahan
Tak apa apa kawan, cobalah sabar hadapi itu dengan senyuman
Kita semua kan doakan semoga masalah hilang dalam akhir tegukan

Masalah bisa kau nikmati, lampiaskan itu dalam pahitnya kopi
Masalah ini tak akan berarti, lampiaskan itu dalam pahitnya kopi

Kamis, 12 Desember 2019

Hadiah Tahun Baru dari The Bothlers

Jadi Gaes, The Bothlers, unit yang menyebut diri mereka psikedelik pop dari Manado, merilis official lirik video yang sebenarnya inisih lagu lama, tapi ya gak apa-apalah. Kreatifitas mereka gak bakalan mati. 
Ehh iya, band yang beranggotakan Ongs, Eben, Reno, Ojan ini kabarnya bakalan merilis album baru di tahun mendatang. 
Jadi buat yang pengen dengerin musik beratmosfir shoegaze, dreampop, atau pengantar tidur dengan kearifan lokal Manado? Yokslah sekuy dengerin mereka. 

https://youtu.be/LQrOJ3KexW4
Ini ya link videonya
Sama ini lah gambaran official dari band bersangkutan. Ehhiya, overall selalu cintai band Manado! Support juga ya.

Senin, 09 Desember 2019

Soundsation Manado 2019 dan Wanita Berhijab

Entah apa yang terlintas di benak saya, entah apa hubungannya, namun keunikan terlihat di Soundsations Manado 2019 yang berkesempatan mengundang Fourtwenty, unit Indie Folk yang sedang menjadi tolak ukur bagi semua anak indie. Di tongkrongan, kayaknya gak indie kalo gak dengerin band ini. 
Sebuah pengalaman baru bagi saya, melihat banyaknya para hijabers yang datang ke konser, saya bukannya melarang atau apa, tapi ada apa? Demam baru kah? Semoga ini bukan hanya sesaat, semoga teman-teman tetap konsisten dalam mengapresiasi musisi. 

Sedikit keluar dari topik, Soundsations kali ini, memperkenalkan saya akan musik dan musisi lokal yang tak kalah keren dengan musisi nasional lainnya (atau saya emang kurang eksplore ya).

Paradigma baru, padangan baru, ternyata demam musik folk menjamur sampai ke Kota saya, Kotamobagu. Beranda Rumah Mangga, band folk Kotamobagu, yang pastinya membuat saya kaget, tapi untuk segi musik dan lirik, unik. Nuansa musik etnik Kotamobagunya ngena. 

Threesome, Band Ternate, musiknya khas musik Folk yang bikin rindu suasana gunung dan hutan, tapi satu hal yang bikin saya tepuk tangan, kritik dan pesan lewat aksi teatrikal mereka. Joss!

Pumpkin Spice, band happy-happy yang bikin suasana malam itu jadi riang. Warna warni visual dan musik psikedelik yang disatukan, menjadi komposisi manis yang kata teman saya "ni lagu sadap mo dengar pas batalang". Anjay!

Maaf, judul dan tulisan mungkin agak melenceng. Namun itu, rasa terima kasih kepada Fourtwenty karna telah memberikan virus bagi para hijabers  yang membuka mata dan mulai mengapresiasi musik secara lebih mendalam. Doa saya, semoga kali ini bukan cuman musiman. Support terus skena lokal!

Ps: saya telat datang ke konser tsb, jadinya gabisa nulis tentang semua band yang main. 

Sabtu, 07 Desember 2019

Kosong

Jeritan suara dalam kepala menambah sesak hembusan nafas
Akankah aku mampu melawan diri sendiri? 

Kontra antara logika dan perasaan mulai mengacau pola fikir
Berbuah tatapan kosong dan lamuman yang tak berarti, tenggelam dalam riuh kemunafikan dunia yang entah kapan berakhir.

Seluruh tubuhku tak mampu mencerna apa sebenarnya yang salah. Apakah aku? Apakah Aku? 
Aku menatap dalam tatapan kosong dalam cermin keakuanku, aku bosan, namun aku harus melanjutkan.

Berulang kali aku menjatuhkan diri, dan sengaja bangkit lagi. Lagi, lagi, dan lagi.

Aku bosan melawan diriku sendiri!

Kamis, 14 November 2019

Moffee Coffee dan Musik Folk

Bisa dibilang Manado butuh banyak orang seperti Bang Ringga. Sang owner dari Moffee Coffee Store ini, sering membuka mata saya tentang apresiasi. Bagemana tidak, kemarin waktu mendapatkan mandat dari vokalis Call Me a Dog, untuk memberikan oleh-oleh sebuah album kepada Bang Ringga, ketika saya memberikan album itu, kata yang langsung keluar dari mulut beliau adalah "ini berapa, loh kok gratis, emang gak apa-apa?" Mungkin saya agak berlebihan, tapi di jaman seperti ini untuk menemukan seorang seperti Ringga di Manado membutuhkan begitu banyak perjalanan spiritual, ini jujur loh. Atau mungkin juga saya yang kurang banyak bergaul. 

Bukan ingin membahas kebaikan hati Bang Ringga yang sering membeli album fisik atau mengajari saya apresiasi sekecil apapun itu, namun saya akan membahas tentang Moffee Coffee Store, satu tongkrongan unik di Manado yang bisa jadi alternatif ketika sumpek dengan hingar bingar anjing kacili dimana-mana. 

Kecintaan Bang Ringga akan musik folk dan indie yang selaw, bisa menghasilkan sebuah caffee yang bisa dibilang menjadi sesuatu yang sangat wah di Manado, terlebih bagi saya sendiri yang menetap di daerah Politeknik Manado, Moffee Coffee Store adalah alternatif ketika sedang pengen suasana asik, kopi enak dan musik yang masuk dengan pendengaran saya. 

Bukan apa-apa, mungkin sudah ada beberapa rumah kopi yang punya konsep musik namun musiknya itu lebih cenderung ke hardcore, atau metal, atau musik jedang jedeng lainnya, tapi untuk folk sendiri, setahu saya yang emang dalem banget pendalaman konsepnya ya Moffee Coffee Store. 

Nah, yang lebih kece lagi, Moffee Coffee ini sangat membuka diri buat temen-temen pecinta musik folk, atau ada band folk yang mau main sini, ayuklah atuh! Mungkin karna malem ini saya lagi ngumpulin materi buat tulisan musik selanjutnya, jadi segini aja dulu dah. 


Ehh ehh buat yang kepo ama Moffee Coffee Store coba intip akun Instagram @Moffee_Coffestore yang punya namanya si @RinggaAsikin coba aja ngobrol musik ama dia, selera musiknya luas cuy!

Akhirul kalam. Ayo support skena lokal!

Selasa, 12 November 2019

Sebuah Pengingat Untuk Terus Mengapresiasi Musisi

Hidup untuk berkarya, bukan berkarya untuk hidup. - @TokohFiguran ( Eko J Julet)

Beberapa waktu yang lalu saya mendapati kesempatan untuk bersilaturahmi sekaligus 'ngilmu' dengan salah satu personil Call Me a Dog (CMaD), Mas Eko J Julet yang bukan lain adalah sang vokalis juga penulis lirik band CMaD. 

Mungkin bagi yang baru kenal dengan beliau akan kaget dengan pembawaan yang berbeda dengan karakter musik yang beliau bawakan, begitu santai, kalem, lembut dan juga murah hati tak pelit ilmu, terbukti dari cara beliau membuat saya betah melontarkan pertanyaan tak penting seputar kehidupan menjadi musisi di Manado. 

Pertanyaan-demi pertanyaan saya lontarkan, dan saya sangat merasa kerdil ketika beliau memberikan saya wejangan, "hidup untuk berkarya, bukan berkarya untuk hidup" Kata beliau. Satu kalimat sarat makna yang membuat saya merasa bodoh, sok tahu tentang dunia seni, bukan apa-apa ego pernah membawa saya sampai di titik dimana jika difikir lagi saya adalah orang yang sangatlah bodoh, merasa ingin berkarya hanya jika ada bayaran. Betapa malunya saya. 

Lain Mas Eko, lain Chada (sapaan akrab untuk Stevan Pontoh), vokalis dari Northorn dan Hellsing ini, membuka mata saya bahwasanya ternyata apresiasi akan seniman di Manado merupakan hal yang sangat tabu. Pernah sekali waktu, saya mempertanyakan tentang biaya manggung kepada beliau, dan jawaban dari beliau adalah "jangankan itu bro, dapet makan itu udah nilai plus, kita mah dapet panggung aja udah bersyukur" Lagi-lagi satu tamparan bagi saya. 

Dari dua tempat dan dua orang yang berbeda, saya mendapatkan pelajaran tentang apresiasi dan keikhlasan untuk berkarya. Hal yang sangat membuka mata saya. 

Dilema menjadi musisi memanglah berat, di satu sisi mereka harus berkarya ikhlas, namun uang bensin juga mereka perlukan, kata kasarnya. 

Lewat tulisan ini, saya mengajak teman-teman untuk saling support dengan skena lokal, apresiasi sekecil apapun sangat berarti untuk musisi lokal!

Akhirul kalam. Bahagia terus sobat. 


Minggu, 10 November 2019

Tulisan Lepas Tentang Northorn

https://youtu.be/YkSuNNRXaaw

Bagi saya, Manado adalah Kota Doa yang memiliki satu harta karun berharga bagi skena black metal Nusantara. Adalah Northorn, band pengusung Depressive Suicidal Black Metal, sebuah subgenre black metal dengan bahasan kelam dan tak biasa, yang sangat disayangkan jika kita lewatkan begitu saja penampilannya.

Dalam beberapa percakapan saya dengan sang frontman, Stevan Pontoh a.k.a Baphomet Van Northorn, dia menjelaskan bahwa terjun ke dalam kegelapan ini bukanlah gimmick atau cari sensasi belaka. Itu juga terbukti dari beberapa kali penampilan yang penuh dengan pendalaman peran, sebuah aksi tak tanggung-tanggung dimana dia melakukan ritual selfharm, sebuah pemandangan yang mungkin mengerikan bagi sebagian orang, namun berbuah decak kagum bagi para pecintanya. 

Memainkan sesuatu yang berbeda dan kontroversial bukan berarti tak memiliki halangan, beberapa kali Northorn masuk media lokal dan menjadi perbincangan para awam yang sebenarnya tak mengerti sama sekali dengan apa yang mereka hujat, namun semua itu bagaikan angin lalu yang tak membuat mereka kapok untuk terus berkarya. 

Bukti konsistensi mereka adalah penggarapan full album yang saat ini sedang dalam proses rekaman, dan semoga tak ada halangan bisa cepat selesai karna saya sendiri sangat rindu mendengarkan jeritan dan musik penuh atmosfir kelam yang menjadi perjalan spiritual tersendiri untuk saya. 

Untuk info lebih lanjut tentang Northorn, saya melampirkan gambar screen shot dari akun youtube sang frontman. Akhir kata, ayo kita dukut kemajuan Skena Musik Lokal. 




Jumat, 08 November 2019

Sedikit Kenangan Tentang Monster Of Distortion III

Sedikit basa-basi Monster Of Distortion adalah event tahunan yang diselenggarakan oleh sekelompok pecinta musik metal sekota Manado dan sekitarnya yang menyebut diri mereka North Celebes Infantry Batallion (NCIB), yang kebetulan di tahun 2015 silam merupakan perayaan ketiga, dan juga disaat itu adalah tahun keemasan bagi skena Manado, karna tak tanggung-tanggung mereka mengundang mesin deathmetal yang sudah memiliki nama di skena Nasional, SiksaKubur.


Sebenarnya kenangan yang sangat segar di dalam kepala adalah band-band keren dari Manado yang juga turut ambil bagian di acara tersebut, susah payah saya mengingat kembali beberapa nama yang ikut menghancurkan keheningan di area moshpit Cloud 9 kala itu, tempat yang saya fikir bukan tempat tepat untuk acara seperti ini, namun opini saya salah, kesolidan dan juga semangat para metalhead membuat para pengunjung Manado Town Square heran dengan pemandangan para ‘Pasukan Jiwa Terbelakang’ dengan atribut khas lengkap, sungguh sebuah pemandangan yang tak biasa di dalam pusat perbelanjaan. 

Sayangnya hanya beberapa nama yang terlintas, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada beberapa nama yang lupa saya sebutkan, tanpa mengurangi kegagahan kalian di malam itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya.

Jika tidak salah acara berlangsung setelah lepas sholat maghrib, dibuka oleh Hellsing, pengusung black metal yang kala itu mampu menghipnotis crowd, bayangkan saja sang vokalis mampu membuat para penggemarnya berampasan mic untuk sama-sama bernyanyi ria pada reff lagu 666 (under the moonlight), kemudian dilanjutkan dengan lantunan beberapa lagu oleh para sekumpulan tukang kritik pemerintah, Artubiem. Pemandangan yang baru bagi saya adalah tentunya dimana ketika vokalis Dangerous Of Eternity mengatur para manusia beringas di moshpit untuk melakukan circle pit dan wall of death, anjing gumam saya, sekeren ini ternyata. Ada juga Durhaka, satu-satunya band Manado yang saya tau saat itu, band yang membuat saya belajar tentang kultur black metal, membuat saya tak terlihat cemen karna bernyanyi ria ketika mereka membawakan track pamungkas seperti Durhaka dan Plagiator. Sebelum acara puncak, satu band yang sebenarnya sudah mulai diperhitungkan di skena death metal Nasional berhasil membuat saya berdecak kagum, karna aksi panggung yang begitu enerjik, dan tentunya teknik vokal yang bikin saya merinding, the one and only Sabaoth. Untuk penampilan penutup sendiri, saya rasa tak perlu diragukan lagi, sekitar sepuluh nomor lagu yang dibawakan SiksaKubur terasa sangat cepat, ahh lagi-lagi saya hanya teringat beberapa lagu saja, Pasukan Jiwa Terbelakang, Burung Bangkai, Kejam, Surga Temaram, dan Merah Hitam Hijau, intinya malam itu adalah perjalan spiritual yang sangat berarti bagi saya. 


Betapa rindunya saya dentan suasana hingar bingar dari area moshpit, walaupun notabene saya selalu menikmati pertunjungan dari arah yang agak jauh, saya rindu dengan keriuhan itu. Karena bisa dibilang, terakhir kali saya mampir ke MOD adalah ketika angka di belakangnya sudah menunjukan angka VI, sungguh sangat sia- sia melewatkan dua kali keseruan itu. Sebenarnya, banyak yang sangat ingin saya bagi, namun lagi-lagi saya berada di ujung banal. Harapan saya, semoga MOD tak akan pernah mati sampai kapanpun, semoga NCIB tetap melahirkan penerus tongkat estafet kekacauan di tengah hingar bingar Anjing Kacili. Memang sangat klise saya ini. 
All Hail NCIB!!!!