Penulis Lepas

Foto saya
Penulis lepas tanpa batasan dan berniat membahagiakan semua orang yang dia kenal

Kamis, 14 November 2019

Moffee Coffee dan Musik Folk

Bisa dibilang Manado butuh banyak orang seperti Bang Ringga. Sang owner dari Moffee Coffee Store ini, sering membuka mata saya tentang apresiasi. Bagemana tidak, kemarin waktu mendapatkan mandat dari vokalis Call Me a Dog, untuk memberikan oleh-oleh sebuah album kepada Bang Ringga, ketika saya memberikan album itu, kata yang langsung keluar dari mulut beliau adalah "ini berapa, loh kok gratis, emang gak apa-apa?" Mungkin saya agak berlebihan, tapi di jaman seperti ini untuk menemukan seorang seperti Ringga di Manado membutuhkan begitu banyak perjalanan spiritual, ini jujur loh. Atau mungkin juga saya yang kurang banyak bergaul. 

Bukan ingin membahas kebaikan hati Bang Ringga yang sering membeli album fisik atau mengajari saya apresiasi sekecil apapun itu, namun saya akan membahas tentang Moffee Coffee Store, satu tongkrongan unik di Manado yang bisa jadi alternatif ketika sumpek dengan hingar bingar anjing kacili dimana-mana. 

Kecintaan Bang Ringga akan musik folk dan indie yang selaw, bisa menghasilkan sebuah caffee yang bisa dibilang menjadi sesuatu yang sangat wah di Manado, terlebih bagi saya sendiri yang menetap di daerah Politeknik Manado, Moffee Coffee Store adalah alternatif ketika sedang pengen suasana asik, kopi enak dan musik yang masuk dengan pendengaran saya. 

Bukan apa-apa, mungkin sudah ada beberapa rumah kopi yang punya konsep musik namun musiknya itu lebih cenderung ke hardcore, atau metal, atau musik jedang jedeng lainnya, tapi untuk folk sendiri, setahu saya yang emang dalem banget pendalaman konsepnya ya Moffee Coffee Store. 

Nah, yang lebih kece lagi, Moffee Coffee ini sangat membuka diri buat temen-temen pecinta musik folk, atau ada band folk yang mau main sini, ayuklah atuh! Mungkin karna malem ini saya lagi ngumpulin materi buat tulisan musik selanjutnya, jadi segini aja dulu dah. 


Ehh ehh buat yang kepo ama Moffee Coffee Store coba intip akun Instagram @Moffee_Coffestore yang punya namanya si @RinggaAsikin coba aja ngobrol musik ama dia, selera musiknya luas cuy!

Akhirul kalam. Ayo support skena lokal!

Selasa, 12 November 2019

Sebuah Pengingat Untuk Terus Mengapresiasi Musisi

Hidup untuk berkarya, bukan berkarya untuk hidup. - @TokohFiguran ( Eko J Julet)

Beberapa waktu yang lalu saya mendapati kesempatan untuk bersilaturahmi sekaligus 'ngilmu' dengan salah satu personil Call Me a Dog (CMaD), Mas Eko J Julet yang bukan lain adalah sang vokalis juga penulis lirik band CMaD. 

Mungkin bagi yang baru kenal dengan beliau akan kaget dengan pembawaan yang berbeda dengan karakter musik yang beliau bawakan, begitu santai, kalem, lembut dan juga murah hati tak pelit ilmu, terbukti dari cara beliau membuat saya betah melontarkan pertanyaan tak penting seputar kehidupan menjadi musisi di Manado. 

Pertanyaan-demi pertanyaan saya lontarkan, dan saya sangat merasa kerdil ketika beliau memberikan saya wejangan, "hidup untuk berkarya, bukan berkarya untuk hidup" Kata beliau. Satu kalimat sarat makna yang membuat saya merasa bodoh, sok tahu tentang dunia seni, bukan apa-apa ego pernah membawa saya sampai di titik dimana jika difikir lagi saya adalah orang yang sangatlah bodoh, merasa ingin berkarya hanya jika ada bayaran. Betapa malunya saya. 

Lain Mas Eko, lain Chada (sapaan akrab untuk Stevan Pontoh), vokalis dari Northorn dan Hellsing ini, membuka mata saya bahwasanya ternyata apresiasi akan seniman di Manado merupakan hal yang sangat tabu. Pernah sekali waktu, saya mempertanyakan tentang biaya manggung kepada beliau, dan jawaban dari beliau adalah "jangankan itu bro, dapet makan itu udah nilai plus, kita mah dapet panggung aja udah bersyukur" Lagi-lagi satu tamparan bagi saya. 

Dari dua tempat dan dua orang yang berbeda, saya mendapatkan pelajaran tentang apresiasi dan keikhlasan untuk berkarya. Hal yang sangat membuka mata saya. 

Dilema menjadi musisi memanglah berat, di satu sisi mereka harus berkarya ikhlas, namun uang bensin juga mereka perlukan, kata kasarnya. 

Lewat tulisan ini, saya mengajak teman-teman untuk saling support dengan skena lokal, apresiasi sekecil apapun sangat berarti untuk musisi lokal!

Akhirul kalam. Bahagia terus sobat. 


Minggu, 10 November 2019

Tulisan Lepas Tentang Northorn

https://youtu.be/YkSuNNRXaaw

Bagi saya, Manado adalah Kota Doa yang memiliki satu harta karun berharga bagi skena black metal Nusantara. Adalah Northorn, band pengusung Depressive Suicidal Black Metal, sebuah subgenre black metal dengan bahasan kelam dan tak biasa, yang sangat disayangkan jika kita lewatkan begitu saja penampilannya.

Dalam beberapa percakapan saya dengan sang frontman, Stevan Pontoh a.k.a Baphomet Van Northorn, dia menjelaskan bahwa terjun ke dalam kegelapan ini bukanlah gimmick atau cari sensasi belaka. Itu juga terbukti dari beberapa kali penampilan yang penuh dengan pendalaman peran, sebuah aksi tak tanggung-tanggung dimana dia melakukan ritual selfharm, sebuah pemandangan yang mungkin mengerikan bagi sebagian orang, namun berbuah decak kagum bagi para pecintanya. 

Memainkan sesuatu yang berbeda dan kontroversial bukan berarti tak memiliki halangan, beberapa kali Northorn masuk media lokal dan menjadi perbincangan para awam yang sebenarnya tak mengerti sama sekali dengan apa yang mereka hujat, namun semua itu bagaikan angin lalu yang tak membuat mereka kapok untuk terus berkarya. 

Bukti konsistensi mereka adalah penggarapan full album yang saat ini sedang dalam proses rekaman, dan semoga tak ada halangan bisa cepat selesai karna saya sendiri sangat rindu mendengarkan jeritan dan musik penuh atmosfir kelam yang menjadi perjalan spiritual tersendiri untuk saya. 

Untuk info lebih lanjut tentang Northorn, saya melampirkan gambar screen shot dari akun youtube sang frontman. Akhir kata, ayo kita dukut kemajuan Skena Musik Lokal. 




Jumat, 08 November 2019

Sedikit Kenangan Tentang Monster Of Distortion III

Sedikit basa-basi Monster Of Distortion adalah event tahunan yang diselenggarakan oleh sekelompok pecinta musik metal sekota Manado dan sekitarnya yang menyebut diri mereka North Celebes Infantry Batallion (NCIB), yang kebetulan di tahun 2015 silam merupakan perayaan ketiga, dan juga disaat itu adalah tahun keemasan bagi skena Manado, karna tak tanggung-tanggung mereka mengundang mesin deathmetal yang sudah memiliki nama di skena Nasional, SiksaKubur.


Sebenarnya kenangan yang sangat segar di dalam kepala adalah band-band keren dari Manado yang juga turut ambil bagian di acara tersebut, susah payah saya mengingat kembali beberapa nama yang ikut menghancurkan keheningan di area moshpit Cloud 9 kala itu, tempat yang saya fikir bukan tempat tepat untuk acara seperti ini, namun opini saya salah, kesolidan dan juga semangat para metalhead membuat para pengunjung Manado Town Square heran dengan pemandangan para ‘Pasukan Jiwa Terbelakang’ dengan atribut khas lengkap, sungguh sebuah pemandangan yang tak biasa di dalam pusat perbelanjaan. 

Sayangnya hanya beberapa nama yang terlintas, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada beberapa nama yang lupa saya sebutkan, tanpa mengurangi kegagahan kalian di malam itu, saya memohon maaf sebesar-besarnya.

Jika tidak salah acara berlangsung setelah lepas sholat maghrib, dibuka oleh Hellsing, pengusung black metal yang kala itu mampu menghipnotis crowd, bayangkan saja sang vokalis mampu membuat para penggemarnya berampasan mic untuk sama-sama bernyanyi ria pada reff lagu 666 (under the moonlight), kemudian dilanjutkan dengan lantunan beberapa lagu oleh para sekumpulan tukang kritik pemerintah, Artubiem. Pemandangan yang baru bagi saya adalah tentunya dimana ketika vokalis Dangerous Of Eternity mengatur para manusia beringas di moshpit untuk melakukan circle pit dan wall of death, anjing gumam saya, sekeren ini ternyata. Ada juga Durhaka, satu-satunya band Manado yang saya tau saat itu, band yang membuat saya belajar tentang kultur black metal, membuat saya tak terlihat cemen karna bernyanyi ria ketika mereka membawakan track pamungkas seperti Durhaka dan Plagiator. Sebelum acara puncak, satu band yang sebenarnya sudah mulai diperhitungkan di skena death metal Nasional berhasil membuat saya berdecak kagum, karna aksi panggung yang begitu enerjik, dan tentunya teknik vokal yang bikin saya merinding, the one and only Sabaoth. Untuk penampilan penutup sendiri, saya rasa tak perlu diragukan lagi, sekitar sepuluh nomor lagu yang dibawakan SiksaKubur terasa sangat cepat, ahh lagi-lagi saya hanya teringat beberapa lagu saja, Pasukan Jiwa Terbelakang, Burung Bangkai, Kejam, Surga Temaram, dan Merah Hitam Hijau, intinya malam itu adalah perjalan spiritual yang sangat berarti bagi saya. 


Betapa rindunya saya dentan suasana hingar bingar dari area moshpit, walaupun notabene saya selalu menikmati pertunjungan dari arah yang agak jauh, saya rindu dengan keriuhan itu. Karena bisa dibilang, terakhir kali saya mampir ke MOD adalah ketika angka di belakangnya sudah menunjukan angka VI, sungguh sangat sia- sia melewatkan dua kali keseruan itu. Sebenarnya, banyak yang sangat ingin saya bagi, namun lagi-lagi saya berada di ujung banal. Harapan saya, semoga MOD tak akan pernah mati sampai kapanpun, semoga NCIB tetap melahirkan penerus tongkat estafet kekacauan di tengah hingar bingar Anjing Kacili. Memang sangat klise saya ini. 
All Hail NCIB!!!!