Kita yang maaf, maksudku aku, seringkali dipaksa menjadi orang lain, dipaksa mengikuti kemauan orang lain, demi satu kesatuan yang namanya hidup, atau mungkin kalian sebut kebahagiaan, berulang-ulang mencaci-maki dalam hati, mengapa tekanan datang tiada henti?
Lantas mengulang-ulang kebiasaan tak baik, berputar dalam lingkaran setan, kebahagiaan? Apakah itu benar-benar ada?
Kita yang, ahh lagi-lagi, maaf, maksudku, aku yang dalam sepertiga malam dipaksa lelah dengan fikiranku sendiri, masih mencari celah bagaimana sebenarnya memaknai hidup dalam kacamata orang lain dengan benar, entah mengapa masih nyaman dengan rasa sakit yang diciptakan oleh isi kepala sendiri. Berputar, mondar-mandir, lagi dan lagi menghadap ke arah entah mana lagi itu, mencoba menghilangkan rasa kesepian dengan menulis, yang kukira mudah, ternyata begitu rumit. Ayolah, coba jinak! Kataku pada diri sendiri.
Aku, kali ini aku benar-benar menulis dengan kataku, aku mencoba tenggelam dalam lamunan musik yang begitu menghanyutkan, iramanya, ahh, aku mencoba melupakan sejenak apa yang harus kutuliskan dalam tulisan ini.
Sekarang aku coba melanjutkan, sebenarnya tulisan ini hanyalah omong kosong, dan entah mengapa aku benar-benar tak mau menghentikannya. Yang sedari awal hanya ingin melampiaskan atau ingin viral sejenak, tetapi tetap saja berujung banal.
Baiklah, aku coba kembali merenung. Kembali dalam lamunan, kembali dari awal.
Hidup memang keras.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar